Pada umumnya ada beberapa teori kebenaran yaitu teori
kebenaran saling berhubungan, teori kebenaran saling berkesucian, serta teori
kebenaran inkerensi.
Teori kebenaran saling berhubungan, yang mendapat
bahwa suatu proposisi itu benar apabila hal tersebut mempunyai hubungan dengan
ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar. Dengan kata lain yaitu
apabila proposisi itu mempunyai hubungan dengan proposisi yang terdahulu yang
benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah dan
logika. Sedangkan teori kebenaran saling kesucian memiliki pandangan bahwa
suatu proposisi itu bernilai benar apabila proposisi itu saling berkesucian
dengan kenyataan atau realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktikan secara
langsung pada dunia kenyataan. Berbeda dengan teori kebenaran inherensi, bahwa
sesuatu proposisi memiliki nilai kebenaran apabila memiliki akibat atau
konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat, maksudnya ialah tersebut dapat
dipergunakan.
Menurut Plato kebenaran yang utama adalah yang di luar
dunia ini. Maksudnya ialah suatu kesempurnaan tidak dapat dicapai di dunia ini.
Berbeda halnya dengan Aurelius Augustinus (354-430) yang menegaskan bahwa
pikiran dapat mencapai kebenaran dan kepastian. Sekalipun berpikir pada dirinya
ada batasnya, namun dengan berpikir orang dapat mencapai kebenaran yang tiada
batasnya, yang kekal abadi. Hasil pemikiran itu diungkapkan dalam
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat abadi, yang perlu mutlak dan tidak
dapat berubah. Kenyataan ini sudah selayaknya bersifat rohani bukan badani,
serta menjadi sumber segala hidup dan pikiran.
Pada abad ke-17 dari paham rasionalisme, yaitu Rere
Descortes (1596-1650) menegaskan bahwa yang harus dipandang sebagai yang benar
adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Apa yang jelas dan terpilah-pilah itu
tidak mungkin didapatkan dari apa yang berada di luar kita.
Pada abad ke-20 muncul paham progmalisme yang salah
seorang tokohnya ialah Willian James (1842-1910), yang mengemukakan bahwa tiada
kebenaran yang multak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri, lepas daripada akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan
terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu
senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tiada kebenaran yang
mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaram yaitu apa ynag benar dalam
pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat berubah oleh
pengalaman berikutnya. Walaupun demikian, keseluruhan teori dan paham yang
telah diungkapkan di atas belum cukup mengupas kebenaran yang integral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar