Minggu, 11 Desember 2016

Etika Keilmuan dan Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan (part 4)



Di bidang etika, tanggung jawab seorang ilmuwan, bukan lagi memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan kalau berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini, merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secara ilmiah. Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.
Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terkait dengan nilai-nilai? Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan melulu pada praxis, pada kemudahan-kemudahan material duniawi. Solusi yang diberikan oleh al-Qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat.
Terkait dengan wacana di atas, bagaimana dengan Islam dalam hal etika keilmuan dan tanggung jawab sosial ilmuwan? Berdasarkan sejarah tradisi Islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tidak terkendali, tetapi ilmu harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan melulu untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang Pencipta.
Lebih lanjut, bahwa dalam pandangan Islam tujuan ilmu sama dengan tujuan agama, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia. Karena ilmu memiliki perhatian besar terhadap pendidikan jiwa manusia dan pertumbuhannya, serta menghendaki kepribadian yang luhur. Dan orang yang mencari ilmu sama dengan orang yang mencari hakikat kebenaran.
Seperti yang dijelaskan Al-Maududi dalam Islamic Way of Life, bahwa sistem moral Islam itu memiliki ciri-ciri yang komprehensif  yang berbeda dengan sistem moral lainnya. Ciri-ciri tersebut antara lain sebagai berikut:
1.       Keridhaan Allah merupakan tujuan hidup Muslim dan merupakan sumber standar moral yang tinggi serta menjadi jalan bagi evaluasi moral kemanusiaan. Sikap mencari ridha Allah memberikan sanksi moral untuk mencintai dan takut kepada-Nya, yang pada gilirannya mendorong manusia untuk mentaati hukum moral tanpa paksaan dari luar. Dengan dilandasi iman kepada Allah dan hari kiamat, manusia terdorong untuk mengikuti bimbingan moral secara sungguh-sungguh dan jujur, seraya berserah diri secara ikhlas kepada Allah.
2.       Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral islami sehingga moral tersebut berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan manusia, sehingga hawa nafsu dan kepentingan pribadi tidak diberi kesempatan untuk menguasai kehidupan manusia. Moral Islam mementingkan keseimbangan dalam semua aspek kehidupan, baik individul maupun sosial.
3.       Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang berdasarkan atas norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan.
Dengan demikian sistem moral dalam Islam berpusat pada sikap mencari ridha Allah, mengedalikan nafsu negatif dan kemampuan berbuat kebajikan serta menjauhi perbuatan keji dan jahat. Islam sangat mementingkan kemaslahtan umat dalam segala aspek kehidupan manusia. Jadi, sangat salah apabila ada statemen bahwa Islam adalah agama yang senang kekacauan dan peperangan.
Islam adalah manifestasi dari Al-Qur’an dan ajaran Nabi (Sunnah) yang menekankan akan pencarian ilmu pengetahuan dan penggunaannya pada jalan kebajikan. Pada saat yang sama Islam berusaha memecahkan kesatuan pemikiran dalam masalah-masalah ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, agama dan masyarakat. Epistimologi Islam merupakan matriks bahwa semua elemen-elemennya berada dalam satu orientasi yang didasarkan atas jiwa manusia. Dengan kata lain, bahwa Islam merupakan totalitas, sebuah agama, sistem budaya dan juga peradaban. Dan sebagai sistem holistik, Islam menyentuh setiap aspek upaya kemanusiaan. Etika Islam dan sistem nilainya melalui sistem aktifitas kemanusiaan. Dan di samping itu Islam juga memilki perspektif definisi atas ilmu pengetahuan dan teknologi baik secara filosofis, sosiologis maupun metodologis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar