Selasa, 06 Desember 2016

Paham Hedonisme Serta Permasalahannya



Di dunia ini ada beberapa macam kesusilaan, diantaranya adalah Hedonisme. Hedonisme atau yang lebih sering disebut dengan sebutan kaum hedon adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Hedonisme berangkat dari pendirian bahwa menurut kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan atau kesenangan. Paham aliran ini mempunyai sebuah tujuan, yaitu mencari kebahagiaan sebanyak – banyaknya dan menjahui segala macam kesengsaraan yang mungkin akan terjadi. Dan semua yang ada di dunia ini pasti tak luput akan tanggapan positif maupun negatif. Demikian juga dengan paham ini. Paham ini juga tak luput dari persepsi orang sebagai paham positif maupun paham negatif. Pada saat itu, hedonisme bertolak dari pendirian, bahwa menurut kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan, yang dalam bahasa Yunaninya di sebut “hedonisme”.
Etika hedonisme dalam buku – buku etika masuk dalam telologis (dari kata Yunani telos yang artinya tujuan, dan logos yang artinya kata atau fikiran), terarah pada tujuan. Etika hedonisme, biasanya dimasukkan kekelompok teori – teori egoisme etis, karena mengusahakan kebahagiaan bagi orang yang bertindak itu sendiri (individualistik). Karena berbicara tentang tindakan baik dan buruk, etika hedonisme juga masuk dalam teori etika normative. Kala itu, Hedonisme masih mempunyai arti positif, karena dalam perkembangannya, paham ini hanya mencari kebahagiaan yang berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Dan secara negatif, paham ini terungkap ketika dalam sikap menghindari rasa sakit.
Hedonisme menurut Pospoprodijo, mengungkapkan bahwa kesenangan (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang baik adalah yang tertinggi. Sedangkan menurut Aristoteles dalam kitab karangannya “Russell” (2004:243), yaitu yang berbunyi “kenikmatan berbeda dengan kebahagiaan, sebab tak mungkin ada kebahagiaan tanpa kenikmatan. Ada tiga pandangan tentang kenikmatan : (1) bahwa semua kenikmatan tidak baik; (2) bahwa beberapa kenikmatan baik, namun sebagian besar buruk; (3) bahwa kenikmatan baik, namun bukan yang terbaik”. Paham ini kemudian menyebar luas dikalangan masyarakat kala itu, dan nampak sebagai sesuatu taraf kehidupan yang wajar dilakukan. Dalam perkembangannya akhirnya muncul dalam keadaan sebuah teori etika. Paham ini tampil secara sangat mencolok ketika saat zaman kuno, yaitu Aristippus, pendiri mazhab Cyrene (lebih kurang 400 SM), dan juga pada Epicurus (341 – 271 SM), tetapi juga dalam zaman yang lebih baru, yaitu pada apa yang dinamakan para penganut paham Utilisme yang nanti akan di bahas secara tersendiri.
Paham aliran Hedonisme diajarkan secara terang – terangan, bahkan diajarkan secara tidak tanggung – tanggung, namun juga sering diajarkan secara terselubung, sehingga hampir – hampir tidak dapat dikenal. Ketika paham aliran ini diajarkan mengenai sifatnya, dan yang paling jelas ialah ketika menyingkapkan sifatnya, bahwa kenikmatan itu sendiri adalah berharga, sehingga dalam hal ini yang dicari bukan sifat kenikmatannya, melainkan semata – mata jumlah kenikmatannya. Setelah menyadari hal tersebut, maka paham ini mengajarkan bahwa orang harus bersikap bijak dalam menikmati sesuatu, yaitu pertama – tama orang harus mulai dengan mengendalikan hasratnya. Aristippus sendiri mengajarkan : “kenikmatan ada ditanganku, bukan aku yang ada ditangan kenikmatan”.
Dari ajaran Aristippus ini, dapat kita simpulkan bahwasanya, janganlah kita terpaku kepada satu peristiwa saja, akan tetapi fahamilah itu secara menyeluruh, karena yang paling utama ialah hasil terakhir dari suatu kenikmatan. Oleh karena itu, dia mengajarkan pahamnya untuk bisa menahan rasa sakit sebentar yang pada akhirnya dapat merasakan rasa nikmat yang lebih besar. Akan tetapi dalam contoh kehidupan sehari – hari, manusia selalu menghindari rasa sakit, penderitaan, serta hal – hal yang menyakitkan lainnya. Dan sebaliknya mengejar apa saja yang dapat menimbulkan kesenangan atau kenikmatan. Seseorang dikatakan baik bila perilakunya dibiarkan dan ditentukan oleh suatu pertanyaan, yaitu bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan yang sebesar – besarnya, dengan besikap seperti itu ia bukan hanya hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan juga memenuhi tujuan hidupnya.
Dalam hal ini, “virus hedon” tidak hanya menyerang orang dewasa yang sudah bekerja, bahkan anak – anak sampai orang tuapun juga terjangkit “virus” ini. Anak akan mempunyai kecenderungan Hedonistis, karena akibat kodrat biologis dan belum jalannya daya penalaran, anak harus bergantung kepada orang tua atau kepada orang lain. Bersama dengan berjalannya waktu dan proses sosialisasi, ia akan mulai punya kesadaran dan kemampuan menentukan pilihan. Kemudian setelah ia beranjak dewasa, ia akan sangat antusias terhadap adanya hal baru.
Karena gaya hidup hedonis daya pikatnya sangat menarik bagi mereka, sehingga dalam waktu singkat muncullah fenomena baru akibat paham ini. Fenomena yang muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serba kecukupan tanpa harus bekerja keras. Tidaklah mengherankan, bisa dikatakan jika saat ini muncul fenomena baru yang muncul di kehidupan kampus. Semisal adanya “ayam kampus” (suatu pelacuran terselubung yang dilakukan oleh beberapa oknum mahasiswi), karena profesi ini dianggap paling enak dan gampang menghasilkan uang untuk memenuhi syarat remaja gaul dan funky. Oleh karena itu, tidak dapat kita pungkiri bahwa dalam kehidupan hedonisme terkandung kebenaran yang mendalam, yaitu menurut kodratnya mencari kenikmatan dan berupaya agar terhindar dari hal – hal yang menyakitkan. Karena sejak kecil manusia pasti menginginkan kesenangan hidup.
Tapi dari pemaparan diatas, setiap paham pasti mempunyai masalah – masalah yang timbul. Misal, seperti pandangan ini akan menyinggung perasaan seseorang yang sangat peka di bidang kesusilaan. Manusia seakan – akan menjadikan binatang sebagai idaman hatinya, dan dalam hal ini binatang peliharaan yang teramat baik. Kehidupan seperti ini, dapat menimbulkan iri hati pada manusia yang sarat dengan masalah – masalah yang disadarinya secara berlebihan yang senantiasa terombang – ambing kian kemari antara harapan dengan ketakutan, yang terus menerus dikejar – kejar didalam perjuangan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Disamping keberatan – keberatan praktik dapat juga diajukan keberatan – keberatan psikologik terhadap hedonisme. Tidaklah benar bahwa menurut kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan, yang ia usahakan ialah hal – hal yang dapat menimbulkan kenikmatan, seperti juga kebalikannya, bukannya ia menyingkiri rasa sakit, melainkan menyingkiri sesuatu yang dapat menimbulkan rasa sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar