Salah satu
bentuk tertentu dari adanya eudomonisme ialah stoisisme dan juga di anut oleh
kaum Stoa. Aliran ini didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (133 – 266 SM).
Dalam sikap paham ini, sekali lagi juga merujuk pada kebahagiaan. Tulisan yang
terkenal dari kaum Stoa adalah “De Vita Beata” (Mengenai Hidup Dalam Kebahagiaan
Surgawi), karya Seneca.
Dr. H. De Vos,
dalam buku karangannya yang berjudul “Pengantar Etika” menyimpulkan, “berarti
bahwa manusia harus menemukan kebahagiaan serta kedamaian dalam dirinya
sendiri. Hal ini hanya dapat terjadi jika ia dalam menghadapi diri sendiri
menggunakan akalnya serta menguasai perasaannya sepenuhnya. Pada dasarnya
peristiwa – peristiwa lahiriah menimbulkan berbagai perasaan pada diri kita,
seperti perasaan takut, sengsara, prihatin, namun juga perasaan gembira dan
nikmat. Barang siapa hidup dengan mendasarkan diri pada perasaan, berarti
menggantungkan diri pada keadaan – keadaan yang tidak dikuasainya. Berhubungan
dengan itu idaman mencukupi diri sendiri atau autarkia hanya dapat dicapai,
bila manusia sepenuhnya menguasai perasaannya dan berhasil menindasnya, dengan
menggunakan akal sebagai sarananya”.
Seperti dengan
kaum Epikurus, kaum Stoa membagi filsafat dalam tiga bagian, yaitu Logika,
Fisika, dan Etika. Logika dan Fisika umumnya dipergunakan sebagai dasar
etiknya. Etiknya ialah memberi petunjuk tentang sikap sopan santun dalam
penghidupan. Menurut pendapat mereka, tujuan yang terutama dari segala filsafat
ialah menyempurnakan moral manusia. Berikut sedikit pemaparan tentang pembagian
filsafat menurut kaum Stoa, ialah sebagai berikut :
1. Logika.
Logika
menurut kaum Stoa, maksudnya memperoleh kriterium tentang kebenaran. Dalam hal
ini mereka mempergunakan juga teori reproduksi dari Demokritus.
2. Fisika.
Dalam aliran
Stoa, masalah fisika tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi meliputi
juga teologi. Menurut mereka bahwa alam mempunyai dua dasar yaitu yang bekerja
dan yang dikerjakan. Yang bekerja ialah Tuhan dan yang dikerjakan ialah materi
(makhluk-Nya).
3. Etik
/ Etika.
Etik / Etika
menurut kaum Stoa adalah untuk mencari dasar – dasar umum untuk bertindak dan
hidup yang tepat. Kemudian melaksanakan dasar – dasar itu dalam penghidupan.
Kaum Stoa berpendapat, bahwa tujuan hidup yang tertinggi ialah memperoleh harta
yang terbesar nilainya, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang
adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.
Kemudian
setelah ditelaah kembali, paham Stoisisme merupakan bahaya yang dapat
meniadakan kepribadian, yang justru hendak dikukuhkannya. Karena mengajarkan
agar manusia bersikap pasrah. Sikap pasrah lebih berbahaya dibanding sikap
membangkang, karena dalam hal terakhir ini manusia dengan sendirinya dapat
menyadari batas – batas kemampuannya, tetapi terutama karena manusia merupakan
makhluk yang secara azasi mengatakan “tidak” terhadap kehidupan dan ingin
mengubahnya.
Paham ini
juga menyebabkan orang mudah menjadi congkak, manusia bijaksana membentuk dirinya
sendiri, terlepas dari nasib serta sesama manusia. Dengan demikian ia
menyamakan dirimya dengan Tuhan.
Saya pikir ulasannya masih terlalu pendek untuk mengambil kesimpulan sepanjang itu.
BalasHapus