Selasa, 06 Desember 2016

Kemunculan Paham Stoisisme dan Permasalahannya



Salah satu bentuk tertentu dari adanya eudomonisme ialah stoisisme dan juga di anut oleh kaum Stoa. Aliran ini didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (133 – 266 SM). Dalam sikap paham ini, sekali lagi juga merujuk pada kebahagiaan. Tulisan yang terkenal dari kaum Stoa adalah “De Vita Beata” (Mengenai Hidup Dalam Kebahagiaan Surgawi), karya Seneca.
Dr. H. De Vos, dalam buku karangannya yang berjudul “Pengantar Etika” menyimpulkan, “berarti bahwa manusia harus menemukan kebahagiaan serta kedamaian dalam dirinya sendiri. Hal ini hanya dapat terjadi jika ia dalam menghadapi diri sendiri menggunakan akalnya serta menguasai perasaannya sepenuhnya. Pada dasarnya peristiwa – peristiwa lahiriah menimbulkan berbagai perasaan pada diri kita, seperti perasaan takut, sengsara, prihatin, namun juga perasaan gembira dan nikmat. Barang siapa hidup dengan mendasarkan diri pada perasaan, berarti menggantungkan diri pada keadaan – keadaan yang tidak dikuasainya. Berhubungan dengan itu idaman mencukupi diri sendiri atau autarkia hanya dapat dicapai, bila manusia sepenuhnya menguasai perasaannya dan berhasil menindasnya, dengan menggunakan akal sebagai sarananya”.
Seperti dengan kaum Epikurus, kaum Stoa membagi filsafat dalam tiga bagian, yaitu Logika, Fisika, dan Etika. Logika dan Fisika umumnya dipergunakan sebagai dasar etiknya. Etiknya ialah memberi petunjuk tentang sikap sopan santun dalam penghidupan. Menurut pendapat mereka, tujuan yang terutama dari segala filsafat ialah menyempurnakan moral manusia. Berikut sedikit pemaparan tentang pembagian filsafat menurut kaum Stoa, ialah sebagai berikut :
1.       Logika.
Logika menurut kaum Stoa, maksudnya memperoleh kriterium tentang kebenaran. Dalam hal ini mereka mempergunakan juga teori reproduksi dari Demokritus.
2.       Fisika.
Dalam aliran Stoa, masalah fisika tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi meliputi juga teologi. Menurut mereka bahwa alam mempunyai dua dasar yaitu yang bekerja dan yang dikerjakan. Yang bekerja ialah Tuhan dan yang dikerjakan ialah materi (makhluk-Nya).
3.       Etik / Etika.
Etik / Etika menurut kaum Stoa adalah untuk mencari dasar – dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian melaksanakan dasar – dasar itu dalam penghidupan. Kaum Stoa berpendapat, bahwa tujuan hidup yang tertinggi ialah memperoleh harta yang terbesar nilainya, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.

Kemudian setelah ditelaah kembali, paham Stoisisme merupakan bahaya yang dapat meniadakan kepribadian, yang justru hendak dikukuhkannya. Karena mengajarkan agar manusia bersikap pasrah. Sikap pasrah lebih berbahaya dibanding sikap membangkang, karena dalam hal terakhir ini manusia dengan sendirinya dapat menyadari batas – batas kemampuannya, tetapi terutama karena manusia merupakan makhluk yang secara azasi mengatakan “tidak” terhadap kehidupan dan ingin mengubahnya.
Paham ini juga menyebabkan orang mudah menjadi congkak, manusia bijaksana membentuk dirinya sendiri, terlepas dari nasib serta sesama manusia. Dengan demikian ia menyamakan dirimya dengan Tuhan.

1 komentar:

  1. Saya pikir ulasannya masih terlalu pendek untuk mengambil kesimpulan sepanjang itu.

    BalasHapus