Dalam kaitan ini perlu dijelaskan
bahwa sepanjang sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf terdapat tiga hal yang
mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu: kekaguman atau keheranan, keraguan
atau kegengsian, serta kesadaran akan keterbatasan. Pada umumnya seorang filsuf
mulai berfilsafat karena adanya rasa kagum atau adanya rasa heran dalam pikiran
filsafat itu sendiri. Dalam hal ini menurut Plato (filsuf Yunani), “mata kita
memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi
dorongan kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal dari
filsafat”.
Seperti contoh, Augustinus dan
Rene Descartes memulai berfilsafat bukan dari kekaguman atau keheranan akan
tetapi mereka berfilsafat dimulai dari keraguan atau kegengsian sebagai sumber
utama berfilsafat. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak
ditipu oleh pancainderanya yang sedang heran?
Rasa heran dan meragukan ini
mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk
memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam,
menyeluruh dan kritis seperti ini yang disebut dengan berfilsafat.
Dasar utama berfilsafat yaitu
harus dimulai dari suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri manusia itu
sendiri. Kadang-kadang manusia berfilsafat dimulai dari apabila manusia
tersebut menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama di dalam menghadapi
kejadian-kejadian alam. Apabila manusia merasa, bahwa ia mengalami penderitaan
atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran keterbatasan dirinya tadi manusia
mulai berfilsafat. Ia memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas ini pasti
ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan
kebenaran hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar