Minggu, 11 Desember 2016

Context of Discovery dan Context of Justification



Kaitan ilmu dan sistem nilai telah lama menjadi bahan pembahasan para pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, Wilardjo, Slamet Iman Santoso, dan Suriasumantri (Jujun Suriasumantri, 1996 : 2). Pertanyaan umum yang sering muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah : apakah ilmu itu bebas dari sistem nilai ? Ataukah sebaliknya, ilmu itu terikat pada sistem nilai ?
Ternyata pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang sama dari para ilmuwan apa lagi dari masyarakat luas. Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing punya pendirian terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama, kelompok yang memiliki kecenderungan puritan-elitis, menghendaki ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai (Keraf dan Dua, 2001: 151). Mereka berusaha agar ilmu dikembangkan demi ilmu. Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur. Kelompok kedua, kelompok yang memiliki kecenderungan pragmatis, beranggapan bahwa ilmu dikembangkan demi mencari dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam semesta ini (Keraf dan Dua, 2001: 153). Mereka juga berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral (Jujun S., 2005 : 235).
Adanya perbedaan pandangan tersebut dapat dipahami dari konteks perkembangan ilmu. Ada dua konteks berkenaan dengan hal tersebut, yaitu context of discovery dan context of justification. Kedua konteks ini merupakan jawaban sekaligus jalan keluar terhadap polemik di atas (Keraf dan Dua, 2001: 154).
1. Context of Discovery
Yang dimaksud dengan context of discovery adalah konteks di mana ilmu dikembangkan (Keraf dan Dua, 2001: 154). Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu ditemukan dan berkembang dalam konteks ruang, waktu, dan situasi tertentu. Ilmu tidak muncul secara tiba-tiba, ada konteks tertentu yang melatar belakangi muncul dan berkembangnya ilmu. Tidak bisa disangkal bahwa ilmuwan dalam melakukan kegiatan ilmiahnya termotivasi oleh keinginan tertentu, baik yang bersifat personal maupun kolektif, baik untuk penelitian ilmiah murni maupun untuk memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan. Berkenaan dengan motivasi yang disebutkan terakhir, Rinjin (1997: 10) menyatakan bahwa necessity is the mother of science, bahwa kebutuhan bisa menjadi ibunya penemuan.
Berdasarkan tinjauan context of discovery dapat dipahami bahwa ilmu tidak bebas nilai. Bahwa ilmu muncul dan berkembang karena desakan dari nilai-nilai tertentu.
2. Context of justification
Context of justification adalah konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah (Keraf dan Dua, 2001: 156). Ada paradigma yang menyatakan bahwa ilmu merupakan kesatuan dari proses, prosedur, dan produk. Sebagai suatu produk, ilmu merupakan pengetahuan sistematis yang diperoleh dari aktivitas yang didasarkan pada prosedur-prosedur tertentu. Dalam hal inilah kebenaran ilmiah merupakan satu-satunya nilai yang harus dijadikan acuan. Nilai-nilai lain, diluar nilai kebenaran ilmiah harus dikesampingkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar