Menurut Fichte, manusia secara prisipil adalah makhluk
yang bersifat moral yang di dalamnya mengandung suatu usaha. Di sini lah
manusia perlu menerima dunia di luar dirinya. Sikap seperti ini dapat
menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan usaha untuk membatasi dirinya
sendiri dari masyarakat luas.
Hidup akan menjadi suatu penderitaan apabila dunia ini
dipandang sebagai suatu kehendak sebab pemuasan kehendak sangat terbatas,
sedangkan kehendak tidak terbatas. Inilah sebabnya timbul pandangan bahwa
kenyataan hidup merupakan penderitaan. Manusia dapat menikmati kebahagiaan
apabila penderitaan tidak dialaminya. Apabila seseorang ingin menikmati
kebahagiaan, maka belenggu kehendak harus dilepaskan dari perbudakan kehendak
seseorang.
Pandangan Karl Marx tentang manusia menunjukkan adanya
perbedaan dengan filsuf sebelumnya, akan tetapi dalam aspek-aspek tertentu
pandangan tersebut sama. Hakikat pemikiran para filsuf tentang manusia pada
umunya mengacau kepada hakikat manusia itu sendiri. Apabila pemikiran tersebut
menyangkut masalah kemampuan dan makna hidup serta eksistensinya, maka untuk
dapat menyelasaikan masalah tersebut tidak terlalu mudah.
Menurut Kierkegaard, pertama-tama yang penting bagi
manusia adalah keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Akan tetapiharus
ditekankan, bahwa eksistensi manusia bukanlah suatu “ada” yang statis,
melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung di dalamnya suatu perpindahan, yaitu
perpindahan dari “kemungkinan” ke “kenyataan”. Jadi eksistensi manusia adalah
suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti
bereksistensi dalam suatu perbuatan, yang harus dilakukan tiap orang bagi
dirinya sendiri.
Pemikiran Neitzsche tentang manusia telah berhasil
memikirkan tentang manusia yang ideal, yaitu “manusia atas”. Sedangkan Henri
Berglon memandang bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama dalam
pergaulan dan pergaulan hidup inilah yang membawa beberapa kewajiban.
Jadi, dari beberapa pandangan filsuf di atas mengenai
manusia menggambarkan betapa manusia hadir sebagai makhluk yang multi dimensi.
Dalam hal ini manusia sebagai makhluk individu benar-benar berdiri kokoh dalam
kemandiriannya. Demikian pula manusia sebagai makhluk sosial senantiasa
mengatur dengan kehidupan masyarakat yang beraneka ragam. Keberadaan manusia
sangat akrab dengan alam sekitarnya yang tidak mengangkat manusia, melainkan
mengankat benda-benda fisik lainnya. Para filsuf yang telah menunjukkan
kemampuannya untuk menerobos ruang batas yang amat sulit tentang manusia, pada
akhirnya sampai kepada tingkat pemikiran bahwa terlepas dari dimensi-dimensi
tersebut di atas jelaslah bahwa manusi pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan
Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar