Semar dalam
bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranoyo
Bebrodo =
Membangun sarana dari dasar
Noyo =
Nayoko = Utusan mangrasul
Artinya: Mengembani
sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah untuk kesejahteraan
manusia .
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
(Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan
perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya :
"Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha
Tumggal". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total
dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik".
Domisili
semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel
= keteguhan jiwa. Rambut semar "kuncung" (jarwodoso/pribahasa
jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung
= sebagai kepribadian pelayan.
iri sosok
semar adalah:
- Semar berkuncung seperti kanak
kanak,namun juga berwajah sangat tua
- Semar tertawannya selalu
diakhiri nada tangisan
- Semar berwajah mata menangis
namun mulutnya tertawa
- Semar berprofil berdiri
sekaligus jongkok
- Semar tak pernah menyuruh namun
memberikan konsekwensi atas nasehatnya.
Dalam lakon wayang kulit sebenarnya ada tokoh
punakawan yang lain yang merupakan “anak-anak” dari Semar, yaitu Gareng, Petruk
dan Bagong. Menurut salah satu literatur disebutkan bahwa sesungguhnya Gareng,
Petruk dan Bagong bukanlah anak kandung Semar. Gareng sebenarnya adalah putra
seorang pendeta yang dikutuk dan Semarlah yang telah berhasil membebaskan
kutukan itu. Petruk sendiri sebenarnya adalah putra seorang raja bangsa
Gandharwa. Sedangkan Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti
Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Namun demikian hanya tokoh Semar saja
yang selalu hadir di setiap lakon apapun. Baik itu dalam pewayangan Jawa
Tengah, pewayangan Sunda, ataupun pewayangan Jawa Timuran. Sementara ketiga
punakawan yang lain belum tentu ada.
Artinya tokoh Semar dianggap sebagai figur sentral
dalam setiap pementasan wayang kulit karena merupakan sang penyampai pesan.
Tentu saja gaya penyampaian pesan ala Semar tidaklah seserius tokoh wayang yang
lain karena pada dasarnya Semar seringkali berbicara sambil bercanda. Nah,
disinilah letak menariknya tokoh Semar. Serius, tapi juga santai. Dengan cara
“sersan” inilah mungkin diharapkan pesan moral lewat tokoh Semar, lebih mudah
diterima dan dicerna oleh setiap penikmat pertunjukan wayang.
Dalam kisah Mahabharata, Semar ditampilkan sebagai
abdi atau pengasuh dari para Pandawa yang merupakan keturunan Resi Manumanasa.
Sementara dalam kisah Ramayana, Semar juga ditampilkan sebagai abdi atau
pengasuh Sri Rama dan Sugriwa. Sehingga boleh dikata tokoh Semar akan selalu
muncul dalam setiap pementasan wayang kulit, tidak peduli apapun judul yang
sedang dikisahkan. Dalam hal ini Semar tidak hanya berperan sebagai abdi atau
pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana
yang tegang.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin
meningkat lagi. Semar dikisahkan bukan sekadar rakyat jelata biasa, melainkan
merupakan penjelmaan dari Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru yang sekaligus
juga merupakan raja para dewa. Memang ada beberapa versi tentang asal-usul dari
tokoh Semar ini. Namun semua pada dasarnya menyebut bahwa tokoh ini merupakan
penjelmaan dari dewa. Semar juga merupakan lurah yang berdomisili di
Karangdempel. Karang berarti gersang. Sedangkan dempel berarti keteguhan jiwa.
Kalau kita perhatikan, betapa banyak filosofi dari
tokoh Semar ini yang sangat mengagumkan. Dalam filosofi Jawa, Semar disebut
dengan Badranaya. Berasal dari kata bebadra yang artinya membangun sarana dari
dasar dan naya atau nayaka yang berarti utusan. Maksudnya mengemban sifat
membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia.
Secara Javanologi, Semar berarti haseming samar-samar. Sedangkan secara
harafiah, Semar berarti sang penuntun makna kehidupan.
Secara fisik, Semar tidak laki-laki dan bukan pula
perempuan. Ia berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan,
yang merupakan simbol dari pria dan wanita. Tangan kanan Semar ke atas,
maknanya bahwa sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbol Sang Maha
Tunggal. Sedang tangan kirinya ke belakang, bermakna berserah total dan mutlak
serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik.
Semar berambut “kuncung” seperti anak-anak. Maknanya
hendak mengatakan bahwa akuning sang kuncung, yaitu sebagai kepribadian
pelayan. Semar sebagai pelayan melayani umat tanpa pamrih untuk melaksanakan
ibadah amaliah sesuai dengan perintah Allah. Ketika barjalan, Semar selalu
menghadap keatas. Maknanya adalah dalam perjalanan anak manusia perwujudannya
ia memberikan teladan agar selalu memandang ke atas atau Tuhan Yang Maha
Pengasih serta Penyayang umat.
Selain itu Semar juga selalu mengenakan kain jarik
motif Parangkusumorojo, yang merupakan perwujudan Dewonggowantah atau
untuk menuntun manusia agar memayuhayuning bawono, yaitu menegakkan keadilan
dan kebenaran di bumi.
Ciri fisik Semar yang sangat unik lainnya adalah
bentuk tubuhnya yang bulat. Ini merupakan simbol dari bumi atau jagad raya,
tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar juga tampak selalu
tersenyum, tapi matanya sembab. Ini menggambarkan simbol suka dan duka.
Wajahnya tampak tua, tapi rambutnya berkuncung seperti anak kecil. Ini
merupakan simbol tua dan muda. Ia merupakan penjelmaan dewa, tetapi hidup
sebagai rakyat jelata. Ini merupakan simbol dari atasan dan bawahan.
Bagi saya Semar mempunyai banyak keistimewaan. Selain
ciri-ciri fisik, keistimewaan Semar yang lain adalah tentang statusnya.
Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya disejajarkan dengan
Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Menurut versi aslinya, penasehat pihak
Pandawa dalam perang Baratayuda adalah Kresna. Akan tetapi dalam pewayangan,
penasehat Pandawa menjadi dua yaitu Kresna dan Semar.
Sering dikisahkan bahwa senjata Semar adalah kentut.
Konon kentut Semar ini bisa membuat pusing para punggawa keraton yang tidak
menjalankan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan kata lain ada saja
pejabat keraton yang melakukan tindakan melawan hukum yang merugikan
masyarakat.
Sebagai penjelmaan dewa, Semar dikenal juga sangat
arif dan bijaksana. Bisa bergaul dengan siapa saja, baik dengan
kalangan atas maupun kalangan bawah. Selain itu juga tanggap terhadap perubahan
jaman. Akan tetapi jika menemukan ketidakadilan dan tindakan sewenang-wenang,
maka Semar akan dengan tegas melakukan tindakan preventif, persuasif dan
represif. Bisa dikatakan kalau Semar ini rela mempertaruhkan segalanya demi
amanat yang diterimanya dari Sang Maha Kuasa.
Bila kita cermati ucapan Semar setiap kali mengawali
dialog : “mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito, langgeng…” Yang artinya
diam, bergerak atau berusaha, makan, walaupun sedikit, abadi. Maksudnya dari
ucapan Semar itu kira-kira begini, daripada diam (mbergegeg) lebih baik berusaha
untuk lepas (ugeg-ugeg) dan mencari makan (hmel-hmel) walaupun hasilnya sedikit
(sak ndulit) tapi akan terasa abadi (langgeng). Benar-benar sebuah pesan moral
yang sangat dalam agar kita selalu bekerja keras untuk mencari nafkah, walaupun
hasilnya hanya cukup untuk makan, namun kepuasan yang didapat karena berusaha
tersebut akan abadi.
Semar seolah-olah tidak pernah mengenal kata sedih.
Bila berbicaranya selalu spontan, tetapi mengandung kebenaran. Setiap bertutur
selalu menghibur sehingga orang yang sedih menjadi gembira. Orang yang sedang
susah bisa tertawa. Itulah sosok Semar yang selalu tumakninah, mengawal
kebenaran dan hati nurani para Pandawa sebagai representasi tokoh dunia putih.
Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil
sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah, yang disimbolkan
sebagai kaum kesatria asuhan Semar, mendengarkan suara rakyat kecil yang
bagaikan suara Tuhan, maka bisa dipastikan negara yang dipimpinnya akan menjadi
nagara yang unggul dan sentosa.
Sekarang coba kita perhatikan para pejabat di negara
kita. Apakah mereka sudah benar-benar mengemban amanat rakyat? Apakah mereka
berani mempertaruhkan segalanya demi kebenaran? Ah, sepertinya kok masih jauh
dari angan-angan ya. Mungkin para pejabat di negara kita ini perlu kali ya
belajar dari sosok Semar. Karena dengan memahami falsafah Jawa dan perilaku
Semar tadi pasti akan diperoleh banyak manfaat bagi kehidupan di dunia ini. Dan
yang pasti jika semua pejabat kita bisa mencontoh sosok Semar, niscaya negara kita
akan menjadi negara yang makmur, gemah ripah loh jinawi. Semoga….