Minggu, 30 Oktober 2016

Filsafat Pendidikan Freire

1. Hakikat Pengetahuan
a.  Pengetahuan tidak Value-free
b. Pengetahuan hendaknya bagian dari penemuan diri
c. Banyak sistem pendidikan memosisikan dirinya hanya sebagai penyalur (calo) bukan pencipta/   penemu pengetahuan
d. Wujud pengetahuan : Tulisan dan realitas
e. World, context : indikator-indikator lingkungan sosial budaya, tanda-tanda zaman, grand narratives
f. context of research : discovery (pencipta pengetahuan)  and justification

2. Hakikat Manusia
- Capaian kesadaran terdiri dari 3 yaitu :
a. Kesadaran Magis ( Kebergantungan mati kepada kuasa yang tak terpahami, misteri )
b. Kesadaran Naif ( Ketiadaan daya kritis)
c. Kesadaran Kritis  
*Pencarian analitik-kritis pengetahuan.
*Pencarian intelektual, melalui penguraian, pemilihan, pembandingan,pengujian unsur-unsur dan hubungan-hubungan dan pada akirnya menentukan unsur dan hubungan yang esensial.

Pedagogi Kritis Paulo Freire

Bagi Freire, pendidikan merupakan sebuah upaya yang memungkinkan seseorang mengubah dinamika sosialnya. Pendidikan sebagai pintu pembuka bagi pengetahuan yang esensi. Bagi Freire, seseorang yang belajar harus mampu membangun kesadaran kritisnya. Kesadaran kritis untuk peka terhadap dinamika masyarakatnya dan dengan pengetahuannya membawa perubahan bagi masyarakat. Dalam hal ini, Freire membagi kesadaran dalam tiga tahapan, yakni: kesadaran magis, kesadaran naïf dan kesadaran kritis. Kesadaran magis dipahami Freire sebagai kesadaran yang didasarkan pada nilai-nilai agama. Dalam memahami apa yang terjadi, manusia menggunakan penilaian berdasarkan agama. Sehingga apabila terdapat masalah dalam dinamika kehidupan, maka penyelesaiannya dilakukan dengan melaksanakan ritual agama. Namun, pada akhirnya ritual agama ini bergeser menjadi tradisi. Kemudian kesadaran naïf, dipahami bahwa seseorang telah menyadari bahwa dirinya dalam keadaan tertindas atau dalam ketidaknyamanan dan telah mampu melakukan pengajuan namun, pengajuan ini belum sepenuhnya didasarkan pada apa yang sungguh-sungguh dialaminya. Sedangkan kesadaran kritis, merupakan kesadaran yang dimiliki seseorang atau masyarakat bahwa dirinya berada dalam posisi yang tidak menyenangkan dan mampu membentuk kondisi yang memungkinkannya melakukan perubahan atas ketidaknyamanan tersebut. Dalam pengertian lain, kesadaran kritis merupakan kesadaran untuk merubah realitas.

 Melalui pedagogi kritis Freire mengingatkan mengenai hakikat dari pendidikan itu sendiri, yang merupakan upaya memanusiakan manusia. Sehingga melalui pendidikan diharapkan manusia dapat berperan dalam dinamika kehidupan. Freire mengkritik praksis pendidikan yang tidak sesuai esensi pada saat itu, ia menyebut praksis pendidikan yang dijalankan sebagai, “pendidikan gaya bank”. Hal tersebut bermaksud bahwa kepala peserta didik diibaratkan seperti rekening bank yang siap diisi oleh koin-koin pengetahuan dari guru. Pendidikan diselenggarakan secara konvensional, sehingga kebenaran dari pengetahuan itu hanya ada pada guru. Freire memahami hal tersebut sebagai bentuk penindasan. Karena tidak akan berkembang potensi manusia, jika dalam proses pembelajaran bersifat pasif. Dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugrah yang dihibahkan oleh menganggap diri mereka berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak berpengetahuan. Gaya bank ini mengingkari pendidikan dan pengetahuan sebagai proses pencarian.

 Untuk mencapai kesadaran kritis maka, Freire menyadarkan penyelenggaraan pendidikan pada pembukaan realitas masyarakat yang terjadi sesungguhnya, kemudian mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat. Freire menyebut konsep penyelenggaraan pendidikan tersebut sebagai hadap-masalah. Sehingga seseorang yang telah belajar akan mampu memahami realitas sosialnya secara kritis dan dengan pengetahuan yang mendasar tersebut diharapkan akan mampu terbentuk solusi untuk memperbaiki dinamika masyarakat agar lebih berdaya.  

Sabtu, 29 Oktober 2016

Mahzab / Aliran Filsafat Pendidikan



1.      Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme;
2.      Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; 
3.      Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme;
4.      Filasfat pendidikan eksistensialisme;
5.      Filsafat pendidikan rekonstruksi;
6.      Filsafat pendidikan pedagogi kritis.

PROGRESIVISME
Aliran ini erat hubungannya dengan nama besar John Dewey (1859-1952)aliran ini menghormati perorangan, sains, dan menerima perubahan sesuai dengan perkembangan. Selain itu, juga menstimulasi sekolah untuk mengembangkan kurikulum sehingga lebih relevan dengan kebutuhan dan minat siswa. Aliran ini menganut bahwa dunia fisik itu real dan perubahan itu bukan sesuatu yang tak dapat direncanakan. Perubahan dapat diarahkan oleh kepandaian. Sekolah mesti membuat siswa sebagai warga Negara yang lebih demokratik, berpikir bebas dan cerdas. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dan dikembangkan dengan mengaplikasikan pengalaman, kemudian dipakai untuk menyelesaikan persoalan baru.
Pendidikan dengan demikian adalah rekonstruksi pengalaman. Untuk memecahkan problem, Dewey  mengajarkan metode ilmiah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Sadari problem yang ada
2.      Definisikan problem itu
3.      Ajukan sejumlah hipotesis untuk memecahkannya
4.      Uji telik konsekuensi setiap hipotesis untuk melihat pengalaman silam
5.      Alami
6.      Tes solusi yang paling memungkinkan.
Proses belajar mengajar di kelas ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
§  Guru merencanakan pelajaran yang membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa.
§  Selain membaca buku siswa juga diharuskan berinteraksi dengana alam (kerja lapangan/lintas alam);
§  Guru membangkitkan minat siswa melalui permainan yang menantang siswa untuk berpikir;
§  Siswa didorong untuk berinteraksi dengan sesamanya untuk membangun pemahaman sosial;
§  Kurikulum menekankan studi alami dan siswa dipajankan (exposed) terhadap perkembangan baru dalam saintifik dan sosial;
§  Pendidikan sebagai proses yang terus menerus memperkya siswa untuk tumbuh, bukan sekedar menyiapkan siswa untuk kehidupan dewasa.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.  Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
ESENSIALISME
Filsafat ini berdasarkan filsafat konservatif bahwa sekolah itu tidak dapat mengubah masyarakat secara radikal. Sekolah seharusnya mengajarkan nilai-nilai tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak menjadiwarga Negara teladan.
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
PERENIALISME
Perennial berarti everlasting, tahan lama, atau abadi. Dalam sejarah peradanban manusia dikenal sejumlah gagaan besar yang tetap menjadi rujukan sampai kapan pun juga. Aliran ini mengikuti paham realism, yang sejalan dengan Aristoteles bahwa manusia itu rasional. Sekolah adalah lembaga yang didesain untuk menumbuhkan kecerdasan.
Pendidikan menurut filsafata ini mesti membangun sejumlah mata pelajaran yang umum bukan spesialis, liberal bukan vokasional, yang humanistik bukan teknikal. Dengan cara inilah pendidikan akan memenuhi fungsi humanistiknya, yakni pembelajaran secara umum yang mesti dimilliki manusia.
 Ada empat prinsip dari aliran ini:
(1)   Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang;
(2)   Pendidikan yang baik melibatkan pencarian, pemahaman, dan kebenaran;
(3)   Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung; dan
(4)   Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1.      Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)
2.      Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
3.      Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
Adapun norma fundamental pendidikan menurut  J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.
EKSISTENSIALISME
Inti ajaran filsafat ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang.  Kaum eksitensialis menolak filsafat-filsafat tradisional dan menolak eksistensi kebenaran mengenai metafisika, epistemologi, dan etika.tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will) dan berkembang. Pendidkan seyogianya menekankan refleksi personal yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri.
Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya untuk memberikan berbagai bentuk (exposure) dan jalan untuk dilalui. Kurikulum menjadi lebih fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih siswa. Siswa dilhat sebagai individu, dan belajar seyogianya disesuaikan dengan kecepatan siswa dan siswa mengarahkan belajar untuk kepentingan dirinya sendiri atau self-paced dan self directed.
REKONSTRUKSI
Aliran rekonstruksi atau social reconstruction memiliki akar-akar filsafat eksitensialisme, namun terutama berlandaskan pada pemikiran aliran progresif. Persamaannya adalah bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat relative dan semua manusia mengelola dunia ini untuk memahaminya dan mengubahnya.bila tujuan pendidikan untuk menyiapkan anak didik sebagai pengubah dunia, maka sekoalh harus membekali siswa dengan alat untuk melakukan perubahan, yakni demi transformasi dunia ini lewat rekonstruksi sosial.  Guru memiliki peran penting dalam mengubah kebudayaan.
Brameld (1950) menyarankan bahwa tujuann pendidiakn bukan untuk memperoleh kredit atau sekedar pengetahuan, tetapi member manusia apapun rasnya, kepercayaannya, dan kehidupan yang lebih memuaskan dirinya dan masyarakatnya. Pengetahuan, pelatihan, dan keterampilan adalah alat untuk mencapai tujuan ini, yakni realisasi diri.
Kontribusi pemikiran aliran ini bukan untuk menghapus sekolah tetapi untuk melonggarkan pelembagaan pengalaman pendidikan di sekolah, agar siswa mampu mentransformasi kultur yang ada. Keterkaitan bahasa dengan kekuasaan. Dengan menguasai bahasa dengan tingkat literasi tinggi seseorang dapat menggapai kekuasaan, dan mampu menstranformasi kebudayaan. Illch (1995) menekankan pentingnya kemampuan manusia untuk mengidentifikasi dan mempertanyakan asumsi-asumsi mengenai hakikat dunia lewat dialog dan diskusi.
PEDAGOGI KRITIS
Dalam filsafat kontemporer dikenal critical theory  yang digagas oleh mahzab Frankfurt. Kata kunci dari aliran ini adalah critical. Dengan kata lain teori ini mengidentifikasi minat dan motivasi politik social dari sebuah dominasi kekuasaan (ilmu pengetahuan dan kebudayaan secara umum). Bila diaplikasikan dalam bidang pendidikan maka teori kritis ini memunculkan pendekatan critical pedagogy, pendekatan ini menekankan pentingnya memberdayakan dan mendidik siswa agar mampu memecahkan masalah dan mampu berpikir kritis. Pendidik sering disebut critical educator yang secara kritis mempertanyakan kultur yang sudah mapan atau dominan dan menjadikannya sebagai objek analisis politik.
ü Teori kritis memiliki kepedulian tinggi terhadap ketidakadilan social sebagaimana terscermin dalam system pendidikan atau pesekolahan.
ü Dibalik ilmu pengetahuan yang dipelajari di sekolah dan kebudayaan yang dominan dalam system persekolahan sesungguhnya ada minat dan vested interes dari kelompok tertentu.
ü Dibalik system persekolahan ada ideology yang mendominasi yang harus dicermati dengan kritis dengan mengkaji sejumlah ideology alternative.
Untuk keperluan analisis radikal ini, maka pendidik harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
§  Untuk menganalisis system yan g ada secara politis,diperlukan penguasaan bahasa kritis demi pemahaman yang sempurna
§  Untuk memahami kultur yang mendominasi system persekolahan, diperlukan pemahaman atas suara ideologis dari pihak sekolah, siswa, dan guru.
§  Untuk menantang wilayah pengetahuan, diperlukan keberanian untuk membangun pengetahuan baru.
Maka guru harus menyiapkan kelas yang memfasilitasi siswa untuk mampu menguasai empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Perkembangan Filsafat Di Dunia Islam



Filsafat Yunani dikenal dunia islam melalui terjemahan tulisan-tulisan mengenai filsafat ke dalam bahasa arab. Kota iskandaria di Mesir mempunyai peranan penting dalam perkembangan filsafat dan perkembangan ilmu, karena disini terdapat kumpulan tulisan-tulisan yang disimpan dalam perpustakaan besar yang dapat dipelajari oleh para ilmuwan maupun  para filsuf pada abad ke 7. Banyak orang Arab  menerjemahkan berbagai cabang pengetauan. Pada waktu itu kota iskandaria tidak hanya merupakan pertemuan berbagai budaya. Pusat kebudayaan semacam ini juga terjadi di daerah Syria dan Persia.

Penerjemahan buku-buku  ke dalam bahasa Arab  telah dimulai sejak permulaan daulah umaiyah, tetapi puncak kegiatan penerjemahan terjadi pada abad ke 9, yaitu pada masa khalifah  Al-Ma’mun.  ia adalah seorang yang sangat menyenangi imu dan filsafat, sehingga ia mendirikan bait al-hikmah. Lembaga ini tidak hanya berfungsi  sebagai wadah kegiatan penerjemahan, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pengembangan filsafat dan sains. Dengan adanya penerjemahan ini umat islam telah mampu menguasai ilmu dan filsfat Yunani. Beberap filsuf islam yang terkenal akan dapat memberikan kesan tersebut. Mereka itu ialah   :

1. Al-Kindi
Ia dikenal sebagai filsuf muslim keturunan Arab pertama. Menurutnya filsfat adalah pengetauan tentang kebenaran, dan ia berupaya untuk memadukan filsafat dengan agama.Al-Quran membawa argument-argumen tentang kebenaran yang meyakinkan, karenanya mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang.

2. Al-Razi
Ia dikenal sebagai seorang pekerja yang rajin dan ulet, serta gemar belajar. Menurutnya Tuhan memberikan akal kepada kita , dengan akal kita dapat membuat hidup yang lebih baik dan dengan akal pula kita dapat memperoleh pengetahuan yang tertinggi, yaitu pengetahuan tentang Tuhan.

3.  Al-Farabi
Ia dikenal sebagai filsuf islam besar yang memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuan. Al-Farabi berusaha untuk memadukan beberapa pandangan filsafat, terutama pemikiran plato dan aristoteles. Karenanya ia dikenal sebagai filsuf sinkretisme yang mempercayai adanya kesatuan dalam filsafat. Ia berpendapat pula bawa tidak ada perbedaan antara filsafat dengan agama karena keduanya mengacu pada kebenaran. Dalam hal metafisika Al-Faribi menggunakan pemikiran aristoteles.

4. Ibn Sina
Ia terkenal mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Hal ini tampak pada waktu ia berusia 10 tahun telah mampu menghafal Al-quran,sebagian besar sastra Arab serta juga hafal buku tentang metafisika karangan Aristoteles. Ilmu hitung, ilmu ukur, sastra Arab dan filsfat telah dikuasainya pada usia 16 tahun. Ilmu kedokteran bahkan dipelajarinya sendiri pada usia 18 tahun ia telah bekerja sebagai guru, pengarang, filsuf dan dokter yang terkenal.
Mengenai metafisika ia mengemukakan pandangannya bahwa esensi terdapat di dalam akal sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang menyebabkan esensi dalam akal memiliki kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, esensi tidakla begitu berarti, karenanya wujud lebi pentin dari esensi.