1. Filsafat
pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme;
2. Filsafat
pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme;
3. Filsafat
pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme;
4. Filasfat
pendidikan eksistensialisme;
5. Filsafat
pendidikan rekonstruksi;
6. Filsafat
pendidikan pedagogi kritis.
PROGRESIVISME
Aliran ini erat hubungannya dengan nama
besar John Dewey (1859-1952)aliran ini menghormati perorangan, sains, dan
menerima perubahan sesuai dengan perkembangan. Selain itu, juga menstimulasi
sekolah untuk mengembangkan kurikulum sehingga lebih relevan dengan kebutuhan
dan minat siswa. Aliran ini menganut bahwa dunia fisik itu real dan perubahan
itu bukan sesuatu yang tak dapat direncanakan. Perubahan dapat diarahkan oleh
kepandaian. Sekolah mesti membuat siswa sebagai warga Negara yang lebih
demokratik, berpikir bebas dan cerdas. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dan
dikembangkan dengan mengaplikasikan pengalaman, kemudian dipakai untuk
menyelesaikan persoalan baru.
Pendidikan dengan demikian adalah
rekonstruksi pengalaman. Untuk memecahkan problem, Dewey mengajarkan metode ilmiah dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Sadari
problem yang ada
2. Definisikan
problem itu
3. Ajukan
sejumlah hipotesis untuk memecahkannya
4. Uji
telik konsekuensi setiap hipotesis untuk melihat pengalaman silam
5. Alami
6. Tes
solusi yang paling memungkinkan.
Proses belajar mengajar di kelas
ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
§ Guru merencanakan
pelajaran yang membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa.
§ Selain membaca buku
siswa juga diharuskan berinteraksi dengana alam (kerja lapangan/lintas alam);
§ Guru membangkitkan
minat siswa melalui permainan yang menantang siswa untuk berpikir;
§ Siswa didorong untuk
berinteraksi dengan sesamanya untuk membangun pemahaman sosial;
§ Kurikulum menekankan
studi alami dan siswa dipajankan (exposed) terhadap perkembangan baru dalam
saintifik dan sosial;
§ Pendidikan sebagai
proses yang terus menerus memperkya siswa untuk tumbuh, bukan sekedar
menyiapkan siswa untuk kehidupan dewasa.
Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme
bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus
karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah
kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
ESENSIALISME
Filsafat ini berdasarkan filsafat
konservatif bahwa sekolah itu tidak dapat mengubah masyarakat secara radikal.
Sekolah seharusnya mengajarkan nilai-nilai tradisional dan pengetahuan agar
siswa kelak menjadiwarga Negara teladan.
Esensialisme
berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur
dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh
idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta
tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme
subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah
jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual.
Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana
keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya
tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut
idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh
setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau
menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu
mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak
senang mengenai nilai tersehut. Menunut
realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan
tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul
karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme
berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah
teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
PERENIALISME
Perennial
berarti
everlasting, tahan lama, atau abadi.
Dalam sejarah peradanban manusia dikenal sejumlah gagaan besar yang tetap
menjadi rujukan sampai kapan pun juga. Aliran ini mengikuti paham realism, yang
sejalan dengan Aristoteles bahwa manusia itu rasional. Sekolah adalah lembaga
yang didesain untuk menumbuhkan kecerdasan.
Pendidikan menurut filsafata ini mesti
membangun sejumlah mata pelajaran yang umum bukan spesialis, liberal bukan
vokasional, yang humanistik bukan teknikal. Dengan cara inilah pendidikan akan
memenuhi fungsi humanistiknya, yakni pembelajaran secara umum yang mesti
dimilliki manusia.
Ada empat prinsip dari aliran ini:
(1) Kebenaran
bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang;
(2) Pendidikan
yang baik melibatkan pencarian, pemahaman, dan kebenaran;
(3) Kebenaran
dapat ditemukan dalam karya-karya agung; dan
(4) Pendidikan
adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.
Perenialisme
berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang
ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang
telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia
dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah
persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai
indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme
terhadap pendidikan:
1. Program
pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan
akal (Plato)
2. Perkemhangan
budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat
untuk mencapainya ( Aristoteles)
3. Pendidikan
adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau
nyata. (Thomas Aquinas)
Adapun norma fundamental pendidikan
menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan,
kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.
EKSISTENSIALISME
Inti ajaran filsafat ini adalah respek
terhadap individu yang unik pada setiap orang.
Kaum eksitensialis menolak filsafat-filsafat tradisional dan menolak
eksistensi kebenaran mengenai metafisika, epistemologi, dan etika.tidak ada bentuk
universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will) dan
berkembang. Pendidkan seyogianya menekankan refleksi personal yang mendalam
terhadap komitmen dan pilihan sendiri.
Dalam kelas guru berperan sebagai
fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya untuk memberikan
berbagai bentuk (exposure) dan jalan untuk dilalui. Kurikulum menjadi lebih
fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih siswa. Siswa dilhat
sebagai individu, dan belajar seyogianya disesuaikan dengan kecepatan siswa dan
siswa mengarahkan belajar untuk kepentingan dirinya sendiri atau self-paced dan self directed.
REKONSTRUKSI
Aliran rekonstruksi atau social reconstruction memiliki akar-akar
filsafat eksitensialisme, namun terutama berlandaskan pada pemikiran aliran
progresif. Persamaannya adalah bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat
relative dan semua manusia mengelola dunia ini untuk memahaminya dan
mengubahnya.bila tujuan pendidikan untuk menyiapkan anak didik sebagai pengubah
dunia, maka sekoalh harus membekali siswa dengan alat untuk melakukan
perubahan, yakni demi transformasi dunia ini lewat rekonstruksi sosial. Guru memiliki peran penting dalam mengubah
kebudayaan.
Brameld (1950) menyarankan bahwa
tujuann pendidiakn bukan untuk memperoleh kredit atau sekedar pengetahuan,
tetapi member manusia apapun rasnya, kepercayaannya, dan kehidupan yang lebih
memuaskan dirinya dan masyarakatnya. Pengetahuan, pelatihan, dan keterampilan
adalah alat untuk mencapai tujuan ini, yakni realisasi diri.
Kontribusi pemikiran aliran ini bukan
untuk menghapus sekolah tetapi untuk melonggarkan pelembagaan pengalaman
pendidikan di sekolah, agar siswa mampu mentransformasi kultur yang ada.
Keterkaitan bahasa dengan kekuasaan. Dengan menguasai bahasa dengan tingkat
literasi tinggi seseorang dapat menggapai kekuasaan, dan mampu menstranformasi
kebudayaan. Illch (1995) menekankan pentingnya kemampuan manusia untuk
mengidentifikasi dan mempertanyakan asumsi-asumsi mengenai hakikat dunia lewat
dialog dan diskusi.
PEDAGOGI
KRITIS
Dalam filsafat kontemporer dikenal critical theory yang digagas oleh mahzab Frankfurt. Kata
kunci dari aliran ini adalah critical.
Dengan kata lain teori ini mengidentifikasi minat dan motivasi politik social
dari sebuah dominasi kekuasaan (ilmu pengetahuan dan kebudayaan secara umum).
Bila diaplikasikan dalam bidang pendidikan maka teori kritis ini memunculkan
pendekatan critical pedagogy,
pendekatan ini menekankan pentingnya memberdayakan dan mendidik siswa agar
mampu memecahkan masalah dan mampu berpikir kritis. Pendidik sering disebut critical educator yang secara kritis
mempertanyakan kultur yang sudah mapan atau dominan dan menjadikannya sebagai
objek analisis politik.
ü Teori kritis memiliki kepedulian tinggi
terhadap ketidakadilan social sebagaimana terscermin dalam system pendidikan
atau pesekolahan.
ü Dibalik ilmu pengetahuan yang
dipelajari di sekolah dan kebudayaan yang dominan dalam system persekolahan
sesungguhnya ada minat dan vested interes dari kelompok tertentu.
ü Dibalik system persekolahan ada
ideology yang mendominasi yang harus dicermati dengan kritis dengan mengkaji
sejumlah ideology alternative.
Untuk keperluan analisis radikal ini,
maka pendidik harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
§ Untuk menganalisis
system yan g ada secara politis,diperlukan penguasaan bahasa kritis demi
pemahaman yang sempurna
§ Untuk memahami kultur
yang mendominasi system persekolahan, diperlukan pemahaman atas suara ideologis
dari pihak sekolah, siswa, dan guru.
§ Untuk menantang
wilayah pengetahuan, diperlukan keberanian untuk membangun pengetahuan baru.
Maka guru harus menyiapkan kelas yang
memfasilitasi siswa untuk mampu menguasai empat keterampilan berbahasa yaitu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.