Bagaimana Gelar Bangsawan Diperoleh
Pada acara ILC TVOne edisi Rabu, 16 Oktober 2013, dua narasumber yang
cukup lama mengenal Haji Kasan, ayah Gubernur Banten Ratu Atut, yang
menjelang akhir hayatnya dikenal sebagai Prof. Dr. (HC) Tubagus H.
Chasan Sochib, mempertanyakan gelar Tubagus dan Ratu yang dipakai oleh
Haji Kasan dan anak keturunannya.
- Engkong Ridwan Saidi mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan mengenal Haji Kasan sejak tahun 1970-an saat ia berkampanye bagi partainya. Engkong Ridwan menyarankan kepada juru bicara keluarga Ratu Atut untuk mencari tahu asal-usul Tubagus dan Ratu, gelar bangsawan Banten yang mereka pakai.
- Benyamin Mangkudilaga, S.H., mantan Hakim Agung dan putra Banten asli lebih tegas menyatakan bahwa dulu H. Kasan orang biasa-biasa saja, tidak bergelar Tubagus. Salah seorang kerabat Benyamin Mangkudilaga disebutkan besanan dengan Haji Kasan, saat itu ya biasa-biasa saja (tak bergelar Tubagus maksudnya).
Gelar Tubagus dan Ratu dikenal sebagai
gelar para keturunan bangsawan Banten. Mestinya penyandang gelar
Tubagus dan Ratu mempunyai catatan silsilah keluarga yang mencatat
asal-usul keluarga mereka dan asal-usul bangsawan yang menjadi nenek
moyang yang menurunkan gelar Tubagus dan Ratu, syukur-syukur garis
keturunan itu berhulu pada Maulana Hasanuddin, Sultan pertama Kerajaan
Islam Banten. Apa yang dilakukan oleh seorang jawara berpengaruh untuk
mengklaim dirinya dan keturunannya pantas bergelar Tubagus (untuk
laki-laki) dan Ratu (untuk perempuan) dalam sejarah Indonesia bukan hal
baru. Jauh sebelumnya di Jawa Tengah kita mengenal seorang pemuda sakti
mandraguna bernama Joko Tingkir, seorang pemuda biasa yang meniti karier
dari prajurit tamtama Kerajaan Demak dan akhirnya melalui perkawinannya
dengan salah satu putri Sultan Trenggono masuk ke lingkungan bangsawan
istana sebelum akhirnya dinobatkan menjadi Sultan Hadiwijaya, penguasa
Tanah Jawa. Sebelum Joko Tingkir, ada lagi kisah sejarah di Jawa Timur,
orang biasa yang menjadi bangsawan dan raja sebuah kerajaan. Siapa lagi
kalau bukan Ken Arok? Dengan kelebihannya dalam keberanian dan olah kanuragan
ia menjadi Raja Singasari setelah membunuh Raja Tunggul Ametung. Ken
Arok mengambil alih tahta kerajaan sekaligus menyunting Ken Dedes, janda
Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Ilmu, Ngelmu dan Wahyu Antara Haji Kasan, Joko Tingkir, dan Ken Arok, ketiganya mungkin mempunyai satu kesamaan, berilmu, ngelmu dan ketiban wahyu keraton, seperti saya baca dalam novel Karebet vs Penangsang, karangan Wawan Susatya:
- Sama-sama ngelmu, orang yang dianggap sakti mandraguna pada zamannya. Bukan hanya kekuatan fisik, mungkin juga ketiga orang ini memiliki kelebihan dalam hal olah batin yang sangat diperlukan untuk merebut pengaruh di lingkungannya.
- Sama-sama berilmu, artinya secara rasional ketiga orang ini cukup cerdas memanfaatkan situasi dan kondisi untuk mengangkat derajatnya sebagai pemimpin di lingkungannya. Dengan kelebihan ilmunya dibanding orang-orang di sekitarnya, mereka juga menjadi orang berharta dengan kelebihannya menguasai akses ke sumber pendapatan di sekitarnya.
- Wahyu Kraton, sebenarnya untuk ukuran zaman sekarang merupakan sesuatu yang irasional, namun pada zaman kuno, misalnya pada Joko Tingkir dan Ken Arok, mereka diyakini telah ketiban cahaya wahyu kraton. Untuk Haji Kasan mungkin wahyu kraton ini tak ada, karena zaman sudah berubah.
Ganti Nama Belakang di Jawa Barat
Di Jawa Barat bagian timur selatan, saya perhatikan ada kebiasaan
mengganti nama atau menambahkan nama belakang dengan nama yang lebih
berwibawa, yang bernuansa menak atau bangsawan. Tahun 1970-an mahasiswa
tingkat akhir di sebuah Perguruan Tinggi Pertanian saya perhatikan
banyak yang menambah nama baru di belakang nama aslinya, sehubungan
dengan keberhasilannya meraih gelar sarjana. Misalnya seseorang bernama
Yahya Untarya menjadi Yahya Untarya Puradireja atau Kurhaedi menjadi
Kurhaedi Astrawinata. Mengganti nama belakang dengan nama berbau
bangsawan juga terjadi pada orang-orang yang sukses dalam karirnya.
Seorang pejabat yang sukses dalam kariernya misalnya semula bernama
Muhammad Amrin, berganti nama menjadi Amrin Wirakusumah. Apakah
penyandang nama belakang berbau bangsawan itu benar-benar keturunan
bangsawan atau menak Sunda zaman dulu? Apakah pak Haji Kasan benar-benar
seorang Tubagus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar